Daftar Isi [Tampil]
Barangkali kita pernah mendengar ucapan seperti ini, “Apa boleh buat, saya harus meminjam uang meski pinjaman itu berbunga untuk merampungkan bangunan rumah saya.” Atau, “Satu-satunya cara yang paling mudah agar usaha saya bisa berkembang hanya dengan mengambil pinjaman modal di bank.” Atau pernyataan-pernyataan yang berbeda-beda namun senada, tapi dengan satu alasan yang sama; darurat. Bukankah perkara yang sifatnya darurat membolehkan hal yang terlarang?
Riba menurut bahasa artinya ziyadah, yaitu kelebihan atau tambahan. Sedangkan menurut istilah, riba artinya melebihkan jumlah uang pinjaman berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok. Dalam arti lain, riba juga artinya bertambah dan membesar. Islam memperbolehkan kita untuk mengembangkan harta dengan cara jual beli. Tetapi, Allah melarang seseorang untuk berusaha mengembangkan hartanya dengan cara riba. Seperti firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah : 278-279.
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” Larangan Allah SWT tentang pengharaman riba semata-mata demi melindungi berbagai aspek, seperti kemaslahatan manusia, baik yang menyangkut akhlak, sosial, maupun ekonominya.
Sementara, yang telah meminjam uang itu adalah orang biasa yang sedang membutuhkan uang. Dengan demikian, apabila riba itu dihalalkan, maka akan banyak jalan bagi orang kaya untuk semakin kaya, begitupun dari segi orang biasa yang semakin miskin. Maka dari itu, riba bermakna memeras orang yang lemah demi mewujudkan kepentingan orang kuat.
Riba adalah issu utama yang harus dibebaskan dari kehidupan keluarga. Tanpa disadari tetapi pasti riba adalah virus yang mampu menggerogoti jalinan silaturrahmi. Karena riba, masing-masing anggota keluarga akan berusaha lebih unggul dalam ekonomi walau harus mengekloitasi saudara sendiri. Bahkan riba dapat disebut sebagai prilaku ekonomi yang tidak manusiawi, karena mengeruk keuntungan pribadi tanpa mempedulikan pihak lain yang mengais rizki untuk memenuhi keperluan makan sehari-hari.
Mewabahnya riba juga akan membawa pada menurunya kualitas kerja, karena memastikan tambahan harta dari bunga yang terus berbunga.
Sehingga orentasi pemilik harta tidak lagi pada bekerja, tetapi lebih pada meminjamkan uang dengan tambahan yang pasti dan menjanjikan. Jika harta riba dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh anggota keluarga, maka akibatnya adalah punahnya generasi ideal sesuai konsep Al-Qur’an.
Karena riba berakibat pada: tidak didengar dan tidak dikabulkanya do’a; malas beribadah dan berbuat baik; perangai yang rakus dan ingin menang sendiri; jauh dari rahmat dan keberhakan Allah ketika di dunia; serta di akhirat akan disiksa di neraka untuk selama-lamanya.
Mengingat dasyatnya bahaya riba, maka pemberantasanya harus dimulai dari sekarang dan seterusnya ke depan, diawali dari diri sendiri dan dari keluarga baru mengajak masyarakat sekitar kita.
Penulis : Hudhud
0 Komentar