Cara Islam Memandang Musibah - Bagaimana Cara Menyikapinya ?

Daftar Isi [Tampil]

Absolvieren.com -  Assalaamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Sobat perindu Jannah sekalian, apa kabar antum semua di penghujung tahun 2022 ini?

Semoga kita semua tidak beramal kecuali mendapat keridhoan Allah SWT, amiin.

Sobat sekalian, musibah adalah suatu fenomena yang sering sekali kita dengar, bahkan sudah dangat akrab di telinga kita, terutama dalam beberapa waktu terakhir ini, khususnya di bumi pertiwi ini.

Mulai dari erupsi gunung merapi, gempa bumi, banjir, dan tanah longsor. Banyak pihak yang mengklaim bahwa musibah-musibah di atas terjadi karena adanya ini dan itu tanpa dasar syariat. Namun sobat sekalian, bagaimanakah cara Islam memandang musibah, apa penyebabnya, serta apa hikmahnya?

Cara Islam Memandang Musibah - Bagaimana Cara Menyikapinya ?

Sebab datangnya musibah

Hendaklah seriam hamba yang beriman mengetahui bahwa musibah yang datang merupakan tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk kasih sayang Allah Ta’ala kepadanya.

Bahkan ujian dapat meninggikan derajat seorang muslim di sisi Allah. Bahkan apabila ia bersabar, hal itu dapat menggugurkan dosa-dosanya. Ujian yang berat akan dibalas oleh Allah dengan pahala yang besar pula.

Dari Sahabat Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian. Dan jikalau Allah telah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang telah ridha, maka ia yang akan meraih ridha Allah. Barangsiapa siapa yg tidak suka, maka Allahpun akn murka.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah no. 4031, dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani).

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :

فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ

“Ujian akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa.” (HR. At-Tirmidzi no. 2398).

Musibah-musibah yang telah terjadi adalah sebab dan akibat dari dosa-dosa yang diperbuat anak Adam. Maka dengan adanya musibah-musibah ini, semoga kita semakin ingat kepada Allah dan kembali bertaubat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar supaya Allah merasakan atas mereka sebagian dari sebab (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar, tobat).” (QS. Ar Rum: 41).

Semua orang pasti diuji

Sobat sekalian, ujian tidak lah pandang bulu, entah ia kaya atau pun miskin, tua atau pun muda, semua pasti sedang atau akan mendapatkan ujiannya masing-masing.

Bentuk ujian pun beraneka ragam, bisa berbentuk kesulitan atau kelapangan.

Setiap hamba pasti akan kembali kepada Allah Ta’ala untuk ditagih pertanggungjawaban terhadap segala perbuatannya, apakah ia bisa bersabar dengan ujian tersebut, atau ia malah kufur kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan kami akan menguji kalian dengan suatu keburukan dan suatu kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kalian dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyaa’: 35).

Ujian tidak lah hanya berupa musibah, ada juga yang diuji dengan himpitan finansial, kekerasan dalam rumah tangga, dan berbagai macam ujian lainnnya.

Jadi, kita sebagaimana manusia yang hidup, juga pasti ditimpa musibah atau ujian yang beraneka ragam.

Bisa jadi ujian yang dialami oleh orang lain jauh lebih berat dan lebih besar.

Musibah yang kita alami saat ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan musibah yang dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para nabi sebelumnya.

Dari Mush’ab bin Sa’id (adalah seorang tabi’in) dari ayahnya, ia berkata :

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab :

الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya, dan semisalnya lagi …” (HR. Tirmidzi no. 2398).

Kita semua harus mampu, ujian akan menumbuhkan banyak kebaikan

Terkadang, musibah yang melanda bisa banyak mendatangkan kebaikan. Selain dapat meninggikan derajat dan juga menghapus dosa, ujian yang hadir akan menyadarkan kita bahwa lemahnya diri ini dan butuhnya kita terhadap Allah Ta’ala.

Ada juga yang tersadarkan bahwa kebanggaan (ujub) terhadap harta dunia yang ia miliki tiba-tiba sirna dalam sekejap mata.

Maka itu, yakinlah wahai saudaraku, bahwa di balik ujian dan musibah yang menimpa kita, pasti ada kebaikan dan hikmahnya. Bahkan, adapun sekiranya ujian tersebut tidak datang, bisa jadi kondisimu akan menjadi lebih buruk. Allah Ta’ala berfirman :

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 216).

Allah Ta’ala berfirman di dalam ayat yang lain :

فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Maka mungkin kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa: 19).

Tidak ada kegembiraan yang sempurna, kecuali di akhirat kelak

Dunia adalah tempat ujian dan cobaan. Tidak ada manusia yang hidup lantas terlepas dari keduanya. Selama kita masih lah hidup di dunia, maka kita harus bersiap-siap dengan segala ujian yang menghadang langkah kita.

Maka, bersabarlah sobatku, karena tiada istirahat yang paripurna dan tiada kegembiraaan yang sempurna, melainkan hanya di akhirat kelak.

Wallaahu a’lam bishshawaab...


Posting Komentar

0 Komentar